limited edition nih, jarang-jarang nulis kaya gini hihi. :)
Aku terbangun di pagi yang cerah itu, suara takbir terdengar dari kuping kananku yang mengarah ke sebuah mesjid di dekat rumahku. Sinar mentari yang masuk menembus jendela kamarku itu mengusik daun mataku hinggaku terbangun. "De! Cepet mandi!". Suara ibuku terdengar dari luar, akupun segera bangun dan bersiap-siap untuk pergi Sholat Ied di Mesjid dekat rumahku.
Sekitar pukul setengah tujuh, Aku bersama Ibu dan Kakakku sudah tiba di Mesjid. Aku parkir mobilku di jalanan yang sudah penuh dengan mobil-mobil lain. Kami bertiga turun dan berjalan ke arah mesjid. "lagi-lagi aku sendirian tahun ini", dalam hati aku berkata. Dalam 19 tahun hidupku yang telah berjalan ini, ada beberapa tahun lebaran yang kurayakan tidak bersama keluarga penuh, aku merasa sedikit kecewa karena itu, aku sedikit merindukan keadaan keluargaku saat aku masih SD dulu. Di hari lebaran dulu, Aku, Ibu, dan kedua kakakku selalu ada di sampingku, tertawa bersama sambil rebutan mengambil makanan. Masa lalu yang indah memang tidak akan pernah bisa dilupakan.
Kembali ke Mesjid, aku berpisah dengan Ibu dan Kakakku, lalu aku berjalan sendirian mencari tempat untuk menggelar 3 lembar kertas koran yang sudah kubawa ini. Karena sekitar Mesjid sudah penuh, aku langsung saja mencari tempat terdekat dan menggelar koran dan sajadahku. Sebelum aku duduk, aku melihat seorang kakek tua yang juga sedang menggelar korannya. Kakek itu sudah tidak lagi memiliki rambut berwarna hitam, Ia memegang tongkat, dan memakai kacamata tebal. Menurutku, Ia berumur sekitar 70 tahun. Aku melihat dia bersama seorang laki-laki, aku rasa dia cucunya yang menemani kakeknya sholat.
Tak lama kemudian, sholat Ied dimulai, aku melihat kakek itu berdiri dengan susah payah dipegangi oleh cucunya. Awalnya aku tidak berpikir apa-apa tentang kakek itu, sepertinya kakek itu sehat-sehat saja, memang penyakit yang telah melanda umurnya saja yang membuatnya tidak bisa banyak bergerak.
Rakaat pertama, aku berusaha sholat dengan khusuk, namun saat duduk diantara dua sujud, tak sengaja pandangan mataku yang tertuju ke sajadahku itu bisa melihat kaki sang kakek yang tidak bisa duduk bersimpuh seperti aku. Ia duduk dengan keadaan kaki seperti menjinjit, tak bisa dimiringkan sehingga ia terlihat tinggi dengan duduk seperti itu. "auhh.. esshhh.." suara itu terdengar oleh kupingku, tak salah lagi suara itu datang dari si kakek yang menahan kesakitan.
Rakaat kedua, aku masih berusaha sholat dengan khusuk, tetapi lagi-lagi, saat duduk diantara dua sujud, aku mendengar rintihan si kakek yang kesakitan untuk mempertahankan posisi duduknya. Sesekali aku melirik ke arah depan, melihat kondisi si kakek yang duduk dengan posisi kaki menjinjit dan tangannya yang memegang lutut dengan kencang. Saat tahiyat akhir, suara si kakek terdengar lagi. "duh.. eshh.. auh..". Dalam keadaan tahiyat akhir, Ia tetap berada di posisi seperti saat duduk diantara dua sujud, sepertinya si kakek tidak bisa duduk menyilang sehingga ia harus tetap duduk seperti itu. Aku mulai memperhatikan si kakek, ia rela sakit-sakitan hanya untuk beribadah kepada Allah. Sambil mendengar rintihan kesakitan si kakek, aku bisa merasakan bagaimana sakitnya untuk duduk seperti itu, bahkan di usianya yang setua itu, pasti sakit sekali, bagaimana tidak, untuk berjalanpun ia membutuhkan tongkat untuk berjalan setapak demi setapak."Ya Allah, pasti kakek itu kesakitan..", aku terus berucap dalam hatiku. Aku terus membayangkan bagaimana hebatnya kakek ini sampai tak kusadari mataku telah berkaca-kaca dan saat selesai sholat, setetes air mataku jatuh membasahi pipi kiriku.
Subhanallah. Apa yang telah dilakukan kakek itu adalah benar-benar sebuah perjuangan. Setelah sholat, barulah si kakek bisa duduk bersimpuh sambil memegang tangan cucunya. Ceramahpun dimulai, pandanganku terusik dengan si cucu kakek dan kedua teman disamping kirinya, yang sibuk memegang blackberry sampai-sampai saat doa bersama tangannya tak juga lepas dari blackberry itu, padahal si kakek sudah mengangkat tinggi-tinggi tangannya untuk berdoa kepada Allah. Sungguh mulianya kakek itu. Semoga Ia selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Amin. :)
***
Aku terbangun di pagi yang cerah itu, suara takbir terdengar dari kuping kananku yang mengarah ke sebuah mesjid di dekat rumahku. Sinar mentari yang masuk menembus jendela kamarku itu mengusik daun mataku hinggaku terbangun. "De! Cepet mandi!". Suara ibuku terdengar dari luar, akupun segera bangun dan bersiap-siap untuk pergi Sholat Ied di Mesjid dekat rumahku.
Sekitar pukul setengah tujuh, Aku bersama Ibu dan Kakakku sudah tiba di Mesjid. Aku parkir mobilku di jalanan yang sudah penuh dengan mobil-mobil lain. Kami bertiga turun dan berjalan ke arah mesjid. "lagi-lagi aku sendirian tahun ini", dalam hati aku berkata. Dalam 19 tahun hidupku yang telah berjalan ini, ada beberapa tahun lebaran yang kurayakan tidak bersama keluarga penuh, aku merasa sedikit kecewa karena itu, aku sedikit merindukan keadaan keluargaku saat aku masih SD dulu. Di hari lebaran dulu, Aku, Ibu, dan kedua kakakku selalu ada di sampingku, tertawa bersama sambil rebutan mengambil makanan. Masa lalu yang indah memang tidak akan pernah bisa dilupakan.
Kembali ke Mesjid, aku berpisah dengan Ibu dan Kakakku, lalu aku berjalan sendirian mencari tempat untuk menggelar 3 lembar kertas koran yang sudah kubawa ini. Karena sekitar Mesjid sudah penuh, aku langsung saja mencari tempat terdekat dan menggelar koran dan sajadahku. Sebelum aku duduk, aku melihat seorang kakek tua yang juga sedang menggelar korannya. Kakek itu sudah tidak lagi memiliki rambut berwarna hitam, Ia memegang tongkat, dan memakai kacamata tebal. Menurutku, Ia berumur sekitar 70 tahun. Aku melihat dia bersama seorang laki-laki, aku rasa dia cucunya yang menemani kakeknya sholat.
Tak lama kemudian, sholat Ied dimulai, aku melihat kakek itu berdiri dengan susah payah dipegangi oleh cucunya. Awalnya aku tidak berpikir apa-apa tentang kakek itu, sepertinya kakek itu sehat-sehat saja, memang penyakit yang telah melanda umurnya saja yang membuatnya tidak bisa banyak bergerak.
Rakaat pertama, aku berusaha sholat dengan khusuk, namun saat duduk diantara dua sujud, tak sengaja pandangan mataku yang tertuju ke sajadahku itu bisa melihat kaki sang kakek yang tidak bisa duduk bersimpuh seperti aku. Ia duduk dengan keadaan kaki seperti menjinjit, tak bisa dimiringkan sehingga ia terlihat tinggi dengan duduk seperti itu. "auhh.. esshhh.." suara itu terdengar oleh kupingku, tak salah lagi suara itu datang dari si kakek yang menahan kesakitan.
Rakaat kedua, aku masih berusaha sholat dengan khusuk, tetapi lagi-lagi, saat duduk diantara dua sujud, aku mendengar rintihan si kakek yang kesakitan untuk mempertahankan posisi duduknya. Sesekali aku melirik ke arah depan, melihat kondisi si kakek yang duduk dengan posisi kaki menjinjit dan tangannya yang memegang lutut dengan kencang. Saat tahiyat akhir, suara si kakek terdengar lagi. "duh.. eshh.. auh..". Dalam keadaan tahiyat akhir, Ia tetap berada di posisi seperti saat duduk diantara dua sujud, sepertinya si kakek tidak bisa duduk menyilang sehingga ia harus tetap duduk seperti itu. Aku mulai memperhatikan si kakek, ia rela sakit-sakitan hanya untuk beribadah kepada Allah. Sambil mendengar rintihan kesakitan si kakek, aku bisa merasakan bagaimana sakitnya untuk duduk seperti itu, bahkan di usianya yang setua itu, pasti sakit sekali, bagaimana tidak, untuk berjalanpun ia membutuhkan tongkat untuk berjalan setapak demi setapak."Ya Allah, pasti kakek itu kesakitan..", aku terus berucap dalam hatiku. Aku terus membayangkan bagaimana hebatnya kakek ini sampai tak kusadari mataku telah berkaca-kaca dan saat selesai sholat, setetes air mataku jatuh membasahi pipi kiriku.
Subhanallah. Apa yang telah dilakukan kakek itu adalah benar-benar sebuah perjuangan. Setelah sholat, barulah si kakek bisa duduk bersimpuh sambil memegang tangan cucunya. Ceramahpun dimulai, pandanganku terusik dengan si cucu kakek dan kedua teman disamping kirinya, yang sibuk memegang blackberry sampai-sampai saat doa bersama tangannya tak juga lepas dari blackberry itu, padahal si kakek sudah mengangkat tinggi-tinggi tangannya untuk berdoa kepada Allah. Sungguh mulianya kakek itu. Semoga Ia selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Amin. :)
Labels: BLOGAN 2009, kakek, lebaran
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home